KATA PENGANTAR
Puji dan syukur, kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah Aspek Hukum
Dalam Ekonomi ini. Selain sebagai tugas, makalah yang kami buat ini
bertujuan memberi informasi kepada para pembaca tentang “Hak Cipta”.
Pembuatan penyusunan makalah dengan materi “Hak Cipta” diharapkan dapat memberikan manfaat & wawasan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa juga para pembaca untuk lebih memahami materi mengenai hak cipta.
Kami menyadari banyak hambatan dalam penyusunan makalah ini, baik itu masalah waktu, sarana, dan lain sebagainya. Selesainya makalah ini semata-mata bukan hanya atas kemampuan kami sendiri, tetapi banyak pihak yang mendukung dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Dalam kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini berguna bagi para pembaca, agar lebih meningkatkan kesadaran untuk menghargai hasil karya cipta seseorang dan benar-benar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar di masa yang akan datang, kami bisa lebih baik lagi.
Bekasi, 22 Juni 2012
Penyusun
Pembuatan penyusunan makalah dengan materi “Hak Cipta” diharapkan dapat memberikan manfaat & wawasan pengetahuan bagi rekan-rekan mahasiswa juga para pembaca untuk lebih memahami materi mengenai hak cipta.
Kami menyadari banyak hambatan dalam penyusunan makalah ini, baik itu masalah waktu, sarana, dan lain sebagainya. Selesainya makalah ini semata-mata bukan hanya atas kemampuan kami sendiri, tetapi banyak pihak yang mendukung dan membantu kami dalam penyusunan makalah ini. Dalam kesempatan ini pula, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam penyusunan makalah ini.
Kami berharap agar makalah ini berguna bagi para pembaca, agar lebih meningkatkan kesadaran untuk menghargai hasil karya cipta seseorang dan benar-benar menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami butuhkan agar di masa yang akan datang, kami bisa lebih baik lagi.
Bekasi, 22 Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………...i
DAFTAR ISI …………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………...1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………...2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………....2
1.4 Metode Penelitian...………………………………………………..3
1.5 Sistematika Penulisan……………………………………………....3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Hak Cipta……..………………………………………...4
2.2 Istilah-istilah dalam Hak Cipta..……………………………………5
2.3 Pengaturan tentang Hak Cipta……….……………...……………....5
2.3.1 Pengaturan Hak Cipta Menurut Konvensi Internasional…..........5
2.3.2 Pengaturan Hak Cipta dalam Hukum Nasional………………....8
2.4 Undang-undang Hak Cipta……………………..…………………....9
2.5 Prosedur Pendaftaran Hak Cipta………………...…………………10
2.6 Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta…………………………......10
2.7 Pengelompokan Jenis Ciptaan……………………………………..11
2.8 Pelanggaran Hak Cipta……………………………………………..12
2.8.1 Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta………………………...14
2.8.2 Unsur-unsur Pelanggaran Hak Cipta…………………………...16
2.8.3 Referensi Hukum Atas Hak Cipta……………………………...18
2.8.4 Ketentuan Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Cipta……………....19
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kasus Pembajakan Software………………………. ………………21
3.2 Kasus Pembajakan Buku……………………………………………22
3.3 Kasus Peniruan Motif Batik………………………………………...24
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………26
3.2 Saran………………………………………………………………...27
REFERENSI
DAFTAR ISI …………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang……………………………………………………...1
1.2 Perumusan Masalah………………………………………………...2
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………....2
1.4 Metode Penelitian...………………………………………………..3
1.5 Sistematika Penulisan……………………………………………....3
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Hak Cipta……..………………………………………...4
2.2 Istilah-istilah dalam Hak Cipta..……………………………………5
2.3 Pengaturan tentang Hak Cipta……….……………...……………....5
2.3.1 Pengaturan Hak Cipta Menurut Konvensi Internasional…..........5
2.3.2 Pengaturan Hak Cipta dalam Hukum Nasional………………....8
2.4 Undang-undang Hak Cipta……………………..…………………....9
2.5 Prosedur Pendaftaran Hak Cipta………………...…………………10
2.6 Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta…………………………......10
2.7 Pengelompokan Jenis Ciptaan……………………………………..11
2.8 Pelanggaran Hak Cipta……………………………………………..12
2.8.1 Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta………………………...14
2.8.2 Unsur-unsur Pelanggaran Hak Cipta…………………………...16
2.8.3 Referensi Hukum Atas Hak Cipta……………………………...18
2.8.4 Ketentuan Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Cipta……………....19
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Kasus Pembajakan Software………………………. ………………21
3.2 Kasus Pembajakan Buku……………………………………………22
3.3 Kasus Peniruan Motif Batik………………………………………...24
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………26
3.2 Saran………………………………………………………………...27
REFERENSI
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Begitu banyaknya kasus pelanggaran hak cipta yang terjadi di
Indonesia, tentunya merupakan suatu hal yang meresahkan para pencipta
suatu karya. Suatu bentuk kreativitas seseorang yang harusnya dihargai,
justru dijadikan sebagai kesempatan untuk mencari keuntungan bagi
berbagai pihak yang tidak bertanggung jawab.
Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku
bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan
pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan hak cipta
terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut.
perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah
sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi
pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan
masyarakat luas.
Melihat pemberitaan yang disampaikan oleh Vivanews pada tanggal 1
Mei 2012 menyatakan bahwa Amerika Serikat kembali menggolongkan
Indonesia dalam daftar negara yang sangat bermasalah dalam pelanggaran
hak cipta atau kekayaan intelektual. Amerika Serikat berkepentingan
dalam penyusunan daftar ini mengingat sebagian besar ekspor mereka
terkait dengan hak cipta.
Amerika Serikat tahun ini, menggolongkan Indonesia dalam daftar
"priority watch list" untuk pelanggaran hak cipta. Daftar negara yang
paling bermasalah dengan pelanggaran hak cipta ini tidak berakibat
munculnya sanksi. Namun, sekadar untuk membuat efek malu bagi pemerintah
negara yang bersangkutan untuk lebih giat lagi memberantas pembajakan
dan pemalsuan merek dagang serta memperbaiki penegakan hukum
masing-masing di bidang perlindungan kekayaan intelektual.
Indonesia yang sebenarnya memiliki banyak kreativitas daya
cipta, memang tidak terlepas dari adanya realita bahwa memang ada
sebagian masyarakat yang memiliki mental plagiatisme.
Semakin hari, kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia, semakin
meningkat. Kasus ini harusnya dijadikan kasus utama yang harus segera
diatasi, bukan dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting. Sebagian
besar masyarakat mungkin tidak memandang hal ini sebagai suatu masalah
besar, sehingga masalah ini tidak segera diatasi dan memberikan sanksi
jera bagi si pelanggar hak cipta.
Atas pemikiran tersebut dan untuk memenuhi tugas mata kuliah
Aspek Hukum dalam Ekonomi, maka penulis menyusun makalah “Hak Cipta”
ini, dengan memberikan penjelasan mengenai berbagai hal yang menyangkut
hak cipta, yang disertai dengan contoh kasus pelanggaran hak cipta yang
akan kami bahas.
1.2 Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan hak cipta?
2. Apa saja istilah-istilah dalam hak cipta?
3. Bagaimana pengaturan tentang hak cipta?
4. Undang-undang manakah yang menjadi Undang-Undang Hak Cipta?
5. Bagaimana prosedur pendaftaran hak cipta?
6. Berapa lama jangka waktu perlindungan hak cipta?
7. Bagaimana pengelompokan jenis ciptaan?
8. Apakah yang dimaksud dengan pelanggaran hak cipta?
1. Apakah yang dimaksud dengan hak cipta?
2. Apa saja istilah-istilah dalam hak cipta?
3. Bagaimana pengaturan tentang hak cipta?
4. Undang-undang manakah yang menjadi Undang-Undang Hak Cipta?
5. Bagaimana prosedur pendaftaran hak cipta?
6. Berapa lama jangka waktu perlindungan hak cipta?
7. Bagaimana pengelompokan jenis ciptaan?
8. Apakah yang dimaksud dengan pelanggaran hak cipta?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi.
2. Untuk mengetahui pengertian hak cipta.
3. Untuk mengetahui istilah-istilah dalam hak cipta.
4. Untuk mengetahui tentang pengaturan tentang hak cipta.
5. Untuk mengetahui Undang-Undang Hak Cipta.
6. Untuk mengetahui prosedur pendaftaran hak cipta.
7. Untuk mengetahui jangka waktu perlindungan hak cipta.
8. Untuk mengetahui pengelompokan jenis ciptaan.
9. Untuk mengetahui pelanggaran hak cipta.
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi.
2. Untuk mengetahui pengertian hak cipta.
3. Untuk mengetahui istilah-istilah dalam hak cipta.
4. Untuk mengetahui tentang pengaturan tentang hak cipta.
5. Untuk mengetahui Undang-Undang Hak Cipta.
6. Untuk mengetahui prosedur pendaftaran hak cipta.
7. Untuk mengetahui jangka waktu perlindungan hak cipta.
8. Untuk mengetahui pengelompokan jenis ciptaan.
9. Untuk mengetahui pelanggaran hak cipta.
1.4 Metode Penelitian
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menggunakan metode studi
pustaka dalam hal pengumpulan data sebagai sumber utama. Metode studi
pustaka yang kami lakukan adalah dengan cara membaca dan mempelajari
bahan-bahan materi pada beberapa buku dan sumber lainnya (dari media
internet).
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini merupakan garis besar
penyusunan yang mempermudah pemikiran dalam memahami secara keseluruhan
isi makalah. Sistematika penulisan makalah ini adalah sebagai berikut
:
Bab I Pendahuluan : Bab ini berisi latar belakang penulisan,
perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Landasan Teori : Bab ini menguraikan tentang pengertian hak
cipta, istilah-istilah dalam hak cipta, pengaturan tentang hak cipta,
undang-undang hak cipta, prosedur pendaftaran hak cipta, jangka waktu
perlindungan hak cipta, pengelompokan jenis ciptaan, dan pelanggaran hak
cipta.
Bab III Pembahasan : Bab ini menguraikan tentang contoh kasus
pelanggaran hak cipta yang disertai dengan analisa terhadap contoh kasus
tersebut.
Bab IV Penutup : Bab ini berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Hak Cipta
Berdasarkan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002, pengertian hak cipta
adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa hak cipta itu hanya dapat
dimiliki oleh si pencipta atau si penerima hak. Hanya namanya yang
disebut sebagai pemegang hak khususnya yang boleh menggunakan hak cipta
dan ia dilindungi dalam penggunaan haknya terhadap subjek lain yang
menggangu atau yang menggunakannya tidak dengan cara yang diperkenankan
oleh aturan hukum.
Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud videnya penjelasan pasal 4 ayat 1 dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan, karena jika digadaikan itu berarti si pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur.
Menurut Wikipedia, hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya kecuali atas izin penciptanya. Hak itu muncul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan. Hak cipta tidak dapat dilakukan dengan cara penyerahan nyata karena ia mempunyai sifat manunggal dengan penciptanya dan bersifat tidak berwujud videnya penjelasan pasal 4 ayat 1 dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. Sifat manunggal itu pula yang menyebabkan hak cipta tidak dapat digadaikan, karena jika digadaikan itu berarti si pencipta harus pula ikut beralih ke tangan kreditur.
Menurut Wikipedia, hak cipta (lambang internasional: ©, Unicode: U+00A9) adalah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi tertentu. Pada dasarnya, hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta dapat juga memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas.
2.2 Istilah-istilah dalam Hak Cipta
a. Pencipta
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
b. Pemegang hak cipta
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
c. Ciptaan
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama-sama yang atas inspirasinya lahir suatu ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, cekatan, keterampilan atau keahlian yang dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
b. Pemegang hak cipta
Pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
c. Ciptaan
Ciptaan adalah hasil setiap karya pencipta dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.
2.3 Pengaturan tentang Hak Cipta
Sejak zaman Belanda, hak cipta diatur pada Auteurswet tahun
1912 Stb. No. 600. Aturan tentang hak cipta ini tampaknya sudah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat serta cita-cita Hukum nasional,
sehingga auteurswet ini disebut. Untuk pertama kalinya setelah Indonesia
merdeka hak cipta diatur pada Undang-Undang No. 6 Tahun 1982, yang
diubah UUHC No. 7 tahun 1987, selajutnya diubah kembali dengan UUHC No.
12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta terakhir kali diundangkan UUHC No. 19
Tahun 2002. Undang-Undang ini dikeluarkan untuk merealisasi amanah Garis
Besar Haluan Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan di bidang hukum,
dimaksudkan untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya
ciptaanya diharapkan penyebarluasan hasil kebudayaan dibidang karya ilmu
seni dan sastra dapat dilindungi secara yuridis yang pada gilirannya
dapat mempercepat proses pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
2.3.1 Pengaturan Hak Cipta Menurut Konvensi Internasional
Perhatian dunia internasional terhadap masalah hak cipta telah
melahirkan beberapa konvensi internasional di bidang hak cipta. Sejak
pertama kali disepakati pemberian perlindungan terhadap karya sastra dan
karya seni dalam Berne Convention 1886, telah mengilhami lahirnya
beberapa konvensi susulan yang. merupakan kesepakatan antar negara"
dalam mengatur masalah hak cipta secara lebih spesifik, termasuk di
dalamnya pemberian perhatian terhadap karya cipta yang dihasilkan karena
perkembangan teknologi, misalnya karya cipta di bidang phonograms,
distribution programme carrying signals transmitted by Satelite.
Beberapa kesepakatan bersama antar negara yang mengatur masalah hak cipta antara lain :
a. Bern Convention for the Protection af Uteraray 2nd Artistic Works 1886.
b. Universal Copyright Conventian 1955.
c. Rome Canventian far tile Pratection af Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations 1961.
d. WIPO Copyright Treaty (WC7) 1996.
e. WIPO Performances and Phanograms Treaty(WPP7) 1996.
f. (Brussels Convention relating to the Oisirioution of Prograrnme carrying signals transmitted by Satelite 1974.
g. Convention for tile Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograms 1971.
h. Treah on the International registration of Audiovisual Works (Film Register Treaty) 1991.
Selain itu, terdapat pula konvensi internasional yang mengatur juga masalah hak cipta sebagai bagian dari hak milik intelektual pada umumnya, yaitu :
a. Trips (Marakesh Agreement 15-04-1994)
b. OAPI (Bangui Agreement Revising Extracts 24-02-1999)
c. OAPI (Bangui Agreement 02-03-1977)
d. NAFTA (Intellectual Property Excerpts 08-12-1993)
Dari rangkaian kesepakatan bersama di bidang hak cipta maka Bern Convention merupakan konvensi tertua yang mengatur masalah hak cipta. Konvensi Bern ditandatangani di Bern, ibukota Swidzerland, pada tanggal 9 September 1886 oleh sepuluh negara peserta asli (Belgium, France, Germany, Great Britain, Haiti, ltaly, Liberia, Spain, Swidzerland, Tunisia) dan tujuh negara yang menjadi peserta dengan cara aksesi (Denmark, Japan, Luxemburg, Monaco, Montenegro, Norway, Sweden).
Dalam mukadimah naskah asli Bern Convention, para kepala negara waktu itu menyatakan bahwa yang melatarbelakangi diadakannya konvensi ini adalah : …………being equaily animated by the desire to protec, in as effective and uniform a manner as possible, the right of authors in their literary and artistic works.
Berdasarkan dasar pemikiran yang demikian ini. ternyata konvensi Bern semenjak ditandatangani sampai dengan 1 Januari 1996 telah 117 negara yang meratifikasinya. Belanda yang menjajah Indonesia pada 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada konvensi Bern berdasarkan asas konkordansi bagi lndonesia. Dengan perkataan lain Indonesia semenjak tahun 1912 telah mempunyai UU hak cipta (Auteuresvlet 1912) berdasarkan UU Belanda tanggal 29 Juni 1911 (Staatbled Belanda No. 197) yang memberi wewenang pada Ratu Belanda untuk memberlakukan bagi negara Belanda sendiri dan negara-negara jajahannya konvensi Bern 1886 berikut revisi yang dilakukan pada 13 November 1908 di Berlin.
Namun demikian, semenjak 15 Maret 1958 Indonesia menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi Bern berdasarakan surat No.15.140 XII tanggal 15 Maret 1958. Menteri luar negeri, Soebandrio waktu itu menyatakan pada Direktur Biro Bern Convention menyatakan tidak menjadi anggota The Bern Convention. Dalam kurun waktu hampir 100 tahun keberadaan konvensi Bern, tercatat lima negara anggota yang menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi, yaitu : Haiti (1887-1943), Montenegro (1893-1900), Liberia (1908-1930), lndonesia (1913-1960), Syiria (1924-1962). Tiga puluh tujuh tahun kemudian, tepatnya 7 Mei 1997, lndonesia menyatakan ikut serta kembali menjadi anggota konvensi Bern dengan melakukan ratifikasi dengan Keppres Rl No.16 tahun 1997, hal ini sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam forum WTO, yang diratifikasi dengan UU No.7 tahun 1994.
Beberapa kesepakatan bersama antar negara yang mengatur masalah hak cipta antara lain :
a. Bern Convention for the Protection af Uteraray 2nd Artistic Works 1886.
b. Universal Copyright Conventian 1955.
c. Rome Canventian far tile Pratection af Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations 1961.
d. WIPO Copyright Treaty (WC7) 1996.
e. WIPO Performances and Phanograms Treaty(WPP7) 1996.
f. (Brussels Convention relating to the Oisirioution of Prograrnme carrying signals transmitted by Satelite 1974.
g. Convention for tile Protection of Producers of Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograms 1971.
h. Treah on the International registration of Audiovisual Works (Film Register Treaty) 1991.
Selain itu, terdapat pula konvensi internasional yang mengatur juga masalah hak cipta sebagai bagian dari hak milik intelektual pada umumnya, yaitu :
a. Trips (Marakesh Agreement 15-04-1994)
b. OAPI (Bangui Agreement Revising Extracts 24-02-1999)
c. OAPI (Bangui Agreement 02-03-1977)
d. NAFTA (Intellectual Property Excerpts 08-12-1993)
Dari rangkaian kesepakatan bersama di bidang hak cipta maka Bern Convention merupakan konvensi tertua yang mengatur masalah hak cipta. Konvensi Bern ditandatangani di Bern, ibukota Swidzerland, pada tanggal 9 September 1886 oleh sepuluh negara peserta asli (Belgium, France, Germany, Great Britain, Haiti, ltaly, Liberia, Spain, Swidzerland, Tunisia) dan tujuh negara yang menjadi peserta dengan cara aksesi (Denmark, Japan, Luxemburg, Monaco, Montenegro, Norway, Sweden).
Dalam mukadimah naskah asli Bern Convention, para kepala negara waktu itu menyatakan bahwa yang melatarbelakangi diadakannya konvensi ini adalah : …………being equaily animated by the desire to protec, in as effective and uniform a manner as possible, the right of authors in their literary and artistic works.
Berdasarkan dasar pemikiran yang demikian ini. ternyata konvensi Bern semenjak ditandatangani sampai dengan 1 Januari 1996 telah 117 negara yang meratifikasinya. Belanda yang menjajah Indonesia pada 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada konvensi Bern berdasarkan asas konkordansi bagi lndonesia. Dengan perkataan lain Indonesia semenjak tahun 1912 telah mempunyai UU hak cipta (Auteuresvlet 1912) berdasarkan UU Belanda tanggal 29 Juni 1911 (Staatbled Belanda No. 197) yang memberi wewenang pada Ratu Belanda untuk memberlakukan bagi negara Belanda sendiri dan negara-negara jajahannya konvensi Bern 1886 berikut revisi yang dilakukan pada 13 November 1908 di Berlin.
Namun demikian, semenjak 15 Maret 1958 Indonesia menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi Bern berdasarakan surat No.15.140 XII tanggal 15 Maret 1958. Menteri luar negeri, Soebandrio waktu itu menyatakan pada Direktur Biro Bern Convention menyatakan tidak menjadi anggota The Bern Convention. Dalam kurun waktu hampir 100 tahun keberadaan konvensi Bern, tercatat lima negara anggota yang menyatakan berhenti menjadi anggota konvensi, yaitu : Haiti (1887-1943), Montenegro (1893-1900), Liberia (1908-1930), lndonesia (1913-1960), Syiria (1924-1962). Tiga puluh tujuh tahun kemudian, tepatnya 7 Mei 1997, lndonesia menyatakan ikut serta kembali menjadi anggota konvensi Bern dengan melakukan ratifikasi dengan Keppres Rl No.16 tahun 1997, hal ini sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam forum WTO, yang diratifikasi dengan UU No.7 tahun 1994.
2.3.2 Pengaturan Hak Cipta dalam Hukum Nasional
Sejak Indonesia menyatakan berdaulat penuh pada 17 Agustus
1945 diikuti dengan dibuatnya UUD 45 tanggal 18 Agustus, maka
berdasarkan pasal 2 Aturan Peralihan UUD 45 maka semua peraturan
perundangan peninggalan zaman kolonial Belanda tetap langsung berlaku
sepanjang belum dibuat yang baru dan tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka khusus yang berkaitan dengan pengaturan hak cipta diberlakukan Auteurswef 1912 peninggalan kolonial Belanda. Tiga puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1982 baru Pemerintah RI dapat membuat UU hak cipta nasional yang dituangkan dalam UU No.6 tahun 1982 tentang hak cipta ini banyak mengalami perubahan serta penambahan peraturan pelaksana, sbb.
a. UU No.6 tahun 1982 tentang hak cipta.
b. UU No.7 tahun 1987 tentang perubahan UU No. 6 tahun 1982 tentang hak cipta.
c. UU No.12 tahun 1997 tentang perubahan UU No. 6 tahun 1982 sebagaimana diubah dengan UU No.7 tahun 1987 tentang hak cipta.
d. UU No.19 tahun 2002 tentang hak cipta yang menyatakan mencabut UU lama tentang hak cipta.
e. UU No.4 tahun 1990 tentang wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam.
Selain diatur dalam UU maka sebagai kelengkapan pengaturan hak cipta juga diatur dalam beberapa peraturan pelaksanaan, yaitu :
a. PP No.14 tahun 1986 dan PP No.7 tahun 1989 tentang dewan hak cipta.
b. PP No.1 tahun 1989 tentang penerjemahan dan perbanyakan ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan. penelitian dan pengembangan.
c. Keppres RI No.18 tahun 1997 tentang pengesahan Berne Convention for the Protection of Literaray and Artistic works.
d. Keppres RI No.17 tahun 1988 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta atas rekaman suara antara RI dengan masyarakat Eropa.
e. Keppres RI No.25 tahun 1989 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta antara RI dengan Amerika Serikat.
f. Keppres RI No.38 tahun 1993 tentang pengesahan persetujuan perlindungan hukum secara timbai balik terhadap hak cipta antara Rl dengan Australia.
g. Keppres RI No.56 tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan terhadap hak cipta antara RI dengan lnggris.
h. Peraturan Menteri Kehakiman Rl No. M.01-HC.03.01 tahun 1987 tentang pendaftaran ciptaan.
i. Keputusan Menteri Kehakiman Rl No. M.04.PW.07.03 tahun 1988 tentang penyidikan hak cipta.
j. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW 07.03 tahun 1990 tentang kewenangan menyidik tindak pidana hak cipta.
k. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02 .IC.03.01 tahun 1991 tentang kewajiban melampirkan NPWP dalam permohonan pendaftaran ciptaan dan pencatatan pemindahan hak cipta terdaftar.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka khusus yang berkaitan dengan pengaturan hak cipta diberlakukan Auteurswef 1912 peninggalan kolonial Belanda. Tiga puluh tahun kemudian, tepatnya tahun 1982 baru Pemerintah RI dapat membuat UU hak cipta nasional yang dituangkan dalam UU No.6 tahun 1982 tentang hak cipta ini banyak mengalami perubahan serta penambahan peraturan pelaksana, sbb.
a. UU No.6 tahun 1982 tentang hak cipta.
b. UU No.7 tahun 1987 tentang perubahan UU No. 6 tahun 1982 tentang hak cipta.
c. UU No.12 tahun 1997 tentang perubahan UU No. 6 tahun 1982 sebagaimana diubah dengan UU No.7 tahun 1987 tentang hak cipta.
d. UU No.19 tahun 2002 tentang hak cipta yang menyatakan mencabut UU lama tentang hak cipta.
e. UU No.4 tahun 1990 tentang wajib serah simpan karya cetak dan karya rekam.
Selain diatur dalam UU maka sebagai kelengkapan pengaturan hak cipta juga diatur dalam beberapa peraturan pelaksanaan, yaitu :
a. PP No.14 tahun 1986 dan PP No.7 tahun 1989 tentang dewan hak cipta.
b. PP No.1 tahun 1989 tentang penerjemahan dan perbanyakan ciptaan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan. penelitian dan pengembangan.
c. Keppres RI No.18 tahun 1997 tentang pengesahan Berne Convention for the Protection of Literaray and Artistic works.
d. Keppres RI No.17 tahun 1988 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta atas rekaman suara antara RI dengan masyarakat Eropa.
e. Keppres RI No.25 tahun 1989 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan hukum secara timbal balik terhadap hak cipta antara RI dengan Amerika Serikat.
f. Keppres RI No.38 tahun 1993 tentang pengesahan persetujuan perlindungan hukum secara timbai balik terhadap hak cipta antara Rl dengan Australia.
g. Keppres RI No.56 tahun 1994 tentang pengesahan persetujuan mengenai perlindungan terhadap hak cipta antara RI dengan lnggris.
h. Peraturan Menteri Kehakiman Rl No. M.01-HC.03.01 tahun 1987 tentang pendaftaran ciptaan.
i. Keputusan Menteri Kehakiman Rl No. M.04.PW.07.03 tahun 1988 tentang penyidikan hak cipta.
j. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.01.PW 07.03 tahun 1990 tentang kewenangan menyidik tindak pidana hak cipta.
k. Surat Edaran Menteri Kehakiman RI No. M.02 .IC.03.01 tahun 1991 tentang kewajiban melampirkan NPWP dalam permohonan pendaftaran ciptaan dan pencatatan pemindahan hak cipta terdaftar.
2.4 Undang-Undang Hak Cipta
Undang-Undang Hak Cipta yang berlaku di Indonesia adalah UU No.
19 Tahun 2002, yang sebelumnya UU ini berawal dari UU No. 6 Tahun 1982
menggantikan Auteurswet 1982.
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk rombak sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila. Pekerjaan membuat satu perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang dicita-citakan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun 1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002.
Undang-undang ini dikeluarkan sebagai upaya pemerintah untuk rombak sistem hukum yang ditinggalkan oleh Pemerintah Hindia Belanda kepada suatu sistem hukum yang dijiwai falsafah negara Indonesia, yaitu Pancasila. Pekerjaan membuat satu perangkat materi hukum yang sesuai dengan hukum yang dicita-citakan bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Undang-Undang hak cipta 1982 yang diperbaharui dengan UU No. 7 Tahun 1987 dan diperbaharui lagi dengan UU No. 12 Tahun 1997, terakhir dengan UU No. 19 Tahun 2002.
2.5 Prosedur Pendaftaran Hak Cipta
Permohonan pendaftaran hak cipta diajukan kepada Menteri
Kehakiman melalui Direktorat Jenderal HAKI dengan surat rangkap dua,
ditulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas folio berganda. dalam
surat permohonan itu tertera :
a. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta.
b. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang hak cipta.
c. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa.
d. Jenis dan judul ciptaan.
e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
f. Uraian ciptaan rangkap tiga.
a. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pencipta.
b. Nama, kewarganegaraan, dan alamat pemegang hak cipta.
c. Nama, kewarganegaraan, dan alamat kuasa.
d. Jenis dan judul ciptaan.
e. Tanggal dan tempat ciptaan diumumkan untuk pertama kali.
f. Uraian ciptaan rangkap tiga.
Apabila surat permohonan pendaftaran ciptaan telah memenuhi
syarat-syarat tersebut, ciptaan yang dimohonkan pendaftarannya
didaftarkan oleh Direktorat Hak Cipta, Paten, dan Merek dalam daftar
umum ciptaan dengan menerbitkan surat pendaftaraan ciptaan dalam rangkap
2. Kedua lembaran tersebut ditandatangi oleh Direktur Jenderal HAKI
atau pejabat yang ditunjuk, sebagai bukti pendaftaran, sedangkan lembar
kedua surat pendaftaran ciptaan tersebut beserta surat permohonan
pendaftaran ciptaan dikirim kepada pemohon dan lembar pertama disimpan
di Kantor Direktorat Jenderal HAKI.
2.6 Jangka Waktu Perlindungan Hak Cipta
Jangka waktu perlindungan hak cipta, yaitu :
a. Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
b. Ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
c. Ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
d. Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
e. Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.
a. Ciptaan buku, ceramah, alat peraga, lagu, drama, tari, seni rupa, arsitektur, peta, seni batik terjemahan, tafsir, saduran, berlaku selama hidup pencipta ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal dunia.
b. Ciptaan program komputer, sinematografi, fotografi, database, karya hasil pengalihwujudan berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
c. Ciptaan atas karya susunan perwajahan karya tulis yang diterbitkan, berlaku selama 25 tahun sejak pertama kali diterbitkan.
d. Ciptaan yang dimiliki atau dipegang oleh badan hukum berlaku selama 50 tahun sejak pertama kali diumumkan.
e. Ciptaan yang dipegang atau dilaksanakan oleh negara berdasarkan ketentuan pasal 10 ayat (2) huruf b, berlaku tanpa batas.
2.7 Pengelompokan Jenis Ciptaan
Pemerintah telah mengelompokkan beberapa jenis ciptaan yang
dilindungi dan tidak termasuk dalam perlindungan hak cipta, antara lain :
Ciptaan yang Dilindungi Tidak ada Perlindungan Hak Cipta
(Pasal 12 UU Hak Cipta) (Pasal 13 UU Hak Cipta)
a. Buku, program komputer, pamflet, a. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
Ciptaan yang Dilindungi Tidak ada Perlindungan Hak Cipta
(Pasal 12 UU Hak Cipta) (Pasal 13 UU Hak Cipta)
a. Buku, program komputer, pamflet, a. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
perwajahan(lay out) karya tulis yang negara.
diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan b. Peraturan Perundang-undangan.
diterbitkan, dan semua hasil karya
tulis lain.
b. Ceramah, kuliah, pidato dan ciptaan b. Peraturan Perundang-undangan.
lain yang sejenis dengan itu.
c. Alat peraga yang dibuat untuk c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat
c. Alat peraga yang dibuat untuk c. Pidato kenegaraan atau pidato pejabat
kepentingan pendidikan dan ilmu Pemerintah.
pengetahuan.
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa d. Putusan pengadilan atau penetapan
teks. hakim.
e. Drama atau drama musikal, tari, e. Keputusan badan arbitrase atau
koreografi, pewayangan, dan pantomime. keputusan badan-badan sejenis lainnya.
pengetahuan.
d. Lagu atau musik dengan atau tanpa d. Putusan pengadilan atau penetapan
teks. hakim.
e. Drama atau drama musikal, tari, e. Keputusan badan arbitrase atau
koreografi, pewayangan, dan pantomime. keputusan badan-badan sejenis lainnya.
f. Seni rupa dalam segala bentuk
seperti seni lukis, gambar, seni ukir,
seni kaligrafi, seni pahat,seni patung,
kolase, dan seni terapan.
g. Arsitektur.
h. Peta.
i. Seni batik.
j. Fotografi.
k. Sinematografi.
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga
kolase, dan seni terapan.
g. Arsitektur.
h. Peta.
i. Seni batik.
j. Fotografi.
k. Sinematografi.
l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga
rampai,database, dan karya lain dari
hasil pengalihwujudan.
hasil pengalihwujudan.
2.8 Pelanggaran Hak Cipta
Suatu pelanggaran terhadap sebuah karya ciptaan terjadi apabila :
a. Terjadi pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau mendapatkan Lisensi dari penciptanya / atau ahli warisnya. Termasuk di dalamnya tindakan penjiplakan.
b. Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
c. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
d. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau ahli warisnya.
a. Terjadi pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran) untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu meminta izin atau mendapatkan Lisensi dari penciptanya / atau ahli warisnya. Termasuk di dalamnya tindakan penjiplakan.
b. Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
c. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
d. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau ahli warisnya.
Di dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
diatur pula tentang dianggap atau tidak dianggapnya sebagai suatu
pelanggaran terhadap ciptaan, antara lain terhadap :
Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Dengan Syarat Dicantumkan Sumbernya
Tidak Dianggap Sebagai Pelanggaran Dengan Syarat Dicantumkan Sumbernya
(Pasal 14 UU Hak Cipta) (Pasal 15 UU Hak Cipta)
a. Pengumuman dan atau perbanyakan a. Penggunaan ciptaan pihak lain untuk
lambang negara dan lagu kebangsaan kepentingan pendidikan, penelitian,
menurut sifatnya yang asli. penyusunan laporan, penulisan
karya ilmiah, penulisan kritik atau
karya ilmiah, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah dengan tidak
merugikan kepentingan yang wajar dari
pencipta.
b. Pengumuman dan atau perbanyakan b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik
pencipta.
b. Pengumuman dan atau perbanyakan b. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik
segala sesuatu yang diumumkan dan seluruhnya maupun sebagian, guna
atau diperbanyak oleh atau atas nama keperluan pembelaan di dalam atau
Pemerintah, kecuali apabila hak cipta itu di luar pengadilan.
dinyatakan dilindungi, baik dengan
peraturan perundang-undangan maupun dengan
pernyataan pada ciptaan itu sendiri atau ketika
ciptaan itu diumumkan dan atau diperbanyak.
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik
ciptaan itu diumumkan dan atau diperbanyak.
c. Pengambilan berita aktual baik seluruhnya c. Pengambilan ciptaan pihak lain, baik
maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga seluruhnyamaupun sebagian, guna
Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis keperluan :
lain, dengan ketentuan sumbernya harus (i) ceramah yang semata-mata untuk
disebutkan secara lengkap. tujuan pendidikan dan ilmu
pengetahuan; atau
pengetahuan; atau
(ii) pertunjukan atau pementasan yang
tidak dipungut bayaran dengan
tidak dipungut bayaran dengan
ketentuan tidak merugikan kepentingan
yang wajar dari pencipta.
yang wajar dari pencipta.
d. Perbanyakan suatu ciptaan bidang ilmu
pengetahuan, seni, dan sastra dalam huruf Braille
guna keperluan para
tunanetra, kecuali jika
perbanyakan itu bersifat komersial.
e. Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer,
secara terbatas dengan cara atau alat apapun atau
proses yang serupa
oleh perpustakaan umum, lembaga
ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan
pusat
dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk
keperluan
aktivitasnya.
f. Perubahan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan
pelaksanaan teknis atas karya arsitektur, seperti ciptaan
bangunan.
g. Pembuatan salinan cadangan suatu program komputer
oleh pemilik program computer yang dilakukan semata
-mata untuk digunakan sendiri.
Pelanggaran terhadap suatu hasil ciptaan selain dilakukan oleh
orang perorangan, dalam kenyataannya banyak dilakukan pula oleh
korporasi (corporate) atau badan hukum. Pertanggungjawaban pidana
terhadap suatu korporasi yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan
melanggar hak cipta seseorang atau badan hukum dapat dikenakan kepada
badan hukum yang bersangkutan, dalam hal ini adalah pengurus dari badan
hukum tersebut sesuai dengan pertanggung-jawabannya menurut AD/ART dari
badan hukum tersebut.
Undang-Undang Hak Cipta juga telah menyediakan dua sarana hukum,
yang dapat dipergunakan untuk menindak pelaku pelanggaran terhadap hak
cipta, yaitu melalui sarana instrumen hukum pidana dan hukum perdata,
bahkan dalam Undang-Undang Hak Cipta, penyelesaian sengketa di bidang
hak cipta dapat dilakukan di luar pengadilan melalui arbitrase atau
alternatif penyelesaian sengketa lainnya. Dalam pasal 66 Undang-Undang
Hak Cipta No. 19 Tahun 2002 dinyatakan bahwa: “hak untuk mengajukan
gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 55, pasal 56, dan pasal 65
tidak mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan terhadap
pelanggaran hak cipta”.
2.8.1 Bentuk-bentuk Pelanggaran Hak Cipta
Bentuk-bentuk pelanggaran hak cipta antara lain berupa pengambilan,
pengutipan, perekaman, pertanyaan, dan pengumuman sebagian atau seluruh
ciptaan orang lain dengan cara apapun tanpa izin pencipta/pemegang hak
cipta, bertentangan dengan undang-undang atau melanggar perjanjian.
Dilarang undang-undang artinya undang-undang hak cipta tidak
memperkenankan perbuatan itu dilakukan oleh orang yang tidak berhak,
karena tiga hal yakni :
1. Merugikan pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian atau seluruhnya ciptaan orang lain kemudian dijualbelikan kepada masyarakat luas ;
2. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau ;
3. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video compact disc (VCD) porno.
1. Merugikan pencipta,/pemegang hak cipta, misalnya memfotokopi sebagian atau seluruhnya ciptaan orang lain kemudian dijualbelikan kepada masyarakat luas ;
2. Merugikan kepentingan negara, misalnya mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan atau ;
3. Bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan, misalnya memperbanyak dan menjual video compact disc (VCD) porno.
Pelanggaran hak cipta menurut ketentuan Ikatan Penerbit
Indonesia (IKAPI) pada tanggal 15 Februari 1984 dapat dibedakan dua
jenis, yakni :
1. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut palgiat atau penjiplakan yang dapat terjadi antara lain pada karya cipta berupa buku, lagu, dan notasi lagu, dan;
2. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana yang aslinya tanpa mengubah bentuk isi, pencipta, dan penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut dengan piracy (pembajakan) yang banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio/video seperti kaset lagu dan gambar (VCD), karena menyangkut dengan masalah a commercial scale.
1. Mengutip sebagian ciptaan orang lain dan dimasukkan ke dalam ciptaan sendiri seolah-olah ciptaan sendiri atau mengakui ciptaan orang lain seolah-olah ciptaan sendiri. Perbuatan ini disebut palgiat atau penjiplakan yang dapat terjadi antara lain pada karya cipta berupa buku, lagu, dan notasi lagu, dan;
2. Mengambil ciptaan orang lain untuk diperbanyak dan diumumkan sebagaimana yang aslinya tanpa mengubah bentuk isi, pencipta, dan penerbit/perekam. Perbuatan ini disebut dengan piracy (pembajakan) yang banyak dilakukan pada ciptaan berupa buku, rekaman audio/video seperti kaset lagu dan gambar (VCD), karena menyangkut dengan masalah a commercial scale.
Pasal 72 UU No.19 Tahun 2002 menentukan pula bentuk perbuatan
pelanggaran hak cipta sebagai delik undang-undang yang dibagi tiga
kelompok, yakni :
1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum;
2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan;
3. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
1. Dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum;
2. Dengan sengaja memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan;
3. Dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
2.8.2 Unsur-unsur Pelanggaran Hak Cipta
Berdasarkan rumusan pasal 72 ayat (1), (2), (3) Undang-Undang
Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, maka unsur-unsur pelanggaran adalah sebagai
berikut :
1. Barang siapa
1. Barang siapa
Unsur ini menandakan yang menjadi subjek delik adalah siapapun.
Kalau menurut KUH Pidana yang berlaku sekarang, hanya manusia yang
menjadi subyek delik, sedangkan badan hukum tidak menjadi subyek delik.
Tetapi dalam undang-undang khusus seperti Undang-Undang Tindak Pidana
Ekonomi, badan hukum atau korporasi termasuk juga menjadi subyek delik.
Dalam hal ini, barang siapa termasuk pula badan hukum atau korporasi.
Dalam Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, barang siapa
bisa ditujukan, antara lain kepada pelaku dan produser rekaman suara.
Pelaku adalah aktor, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan,
memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan,
mendeklamasikan, atau memainkan karya musik, drama, tari, sastra,
folklor, atau karya seni lainnya. Produser rekaman suara adalah orang
atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab
untuk melaksanakan perekaman suara atau bunyi, baik perekaman dari suatu
pertunjukkan maupun perekaman suara atau perekaman bunyi lainnya.
2. Dengan sengaja
Unsur ini menandakan kebanyakan tindak pidana mempunyai dasar
kesengajaan atau opzet bukan unsur culpa (kelalaian). Ini adalah layak,
oleh karena biasanya yang pantas mendapat hukuman pidana itu ialah orang
yang melakukan sesuatu dengan sengaja.
3. Tanpa hak
Mengenai arti tanpa hak dari sifat melanggar hukum, dapat
dikatakan, bahwa mungkin seseorang, tidak mempunyai hak untuk melakukan
suatu perbuatan, yang sama sekali tidak dilarang oleh suatu peraturan
hukum.
Menurut pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun
2002, pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta atau
pihak yang menerima hak tersebut dari pencipta. Pemilik hak cipta dapat
mengalihkan atau menguasakan sebagian atau seluruh haknya kepada
orang/badan hukum baik melalui perjanjian, surat kuasa maupun dihibahkan
atau diwariskan. Tanpa pengalihan tersebut, maka tindakan itu adalah
merupakan tanpa hak.
4. Mengumumkan, memperbanyak, menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual
Unsur perbuatan dapat diklasifikasikan dalam bentuk
mengumumkan, menurut pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Hak Cipta No. 19
Tahun 2002, pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,
pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apapun,
sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain;
dan unsur memperbanyak (perbanyakan), menurut pasal 1 ayat (6)
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, adalah penambahan jumlah
suatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian yang sangat
substantial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
5. Hak cipta dan hak terkait
Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun
2002, adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberi izin untuk itu,
dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak terkait menurut pasal 1 ayat (9)
Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, adalah hak yang berkaitan
dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi pelaku untuk memperbanyak
atau menyiarkan pertunjukannya; bagi produser rekaman suara untuk
memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya;
dan bagi lembaga penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan
karya siarannya.
2.8.3 Referensi Hukum Atas Hak Cipta
1. Undang-Undang Hak Cipta Republik Indonesia
- UU No. 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42).
- UU No. 12 Tahun 1997 tentang Perubahan UU No. 6 Tahun 1982 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997
No. 29).
- UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
2. Peraturan Pemerintah Bidang Hak Cipta
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 7 Tahun 1989 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak
Cipta ditetapkan Tanggal 5 April 1989.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 1 Tahun 1989 tentang
Penterjemahan dan atau Perbanyakan Ciptaan untuk Kepentingan Pendidikan,
Ilmu Pengetahuan, Penelitian dan Pengembangan ditetapkan Tanggal 14
Januari 1989.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta ditetapkan Tanggal 6 Maret 1986.
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 tentang
Sarana Produksi Berteknologi Tinggi Untuk Cakram Optik (optic Disc)
ditetapkan Tanggal 5 Oktober 2004 .
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia
- Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 74 Tahun 2004 tentang
Pengesahan WIPO Performances and Phonograms Treaty, 1996/Traktat WIPO
Mengenai Pertunjukan dan Perekam Suara.
- Traktat WIPO Mengenai Pertunjukan dan Perekaman Suara.
2.8.4 Ketentuan Sanksi Pidana Pelanggaran Hak Cipta
Berdasarkan pasal 56 Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun
2002, bahwa hak untuk mengajukan gugatan ganti rugi sebagaimana diatur
dalam pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, tidak
mengurangi hak negara untuk melakukan tuntutan pidana pada setiap
pelanggaran hak cipta. Negara berkewajiban mengusut setiap pelanggaran
hak cipta yang terjadi. Hal ini didasarkan pada kerugian yang
ditimbulkan oleh tindakan pelanggaran hak cipta, yang tidak saja
diderita oleh pemilik atau pemegang hak cipta dan hak terkait, tetapi
juga oleh negara, karena kurangnya pendapatan negara yang seharusnya
bisa didapat dari pemegang hak cipta atau hak terkait. Selain itu negara
harus melindungi kepentingan pemilik hak, agar haknya jangan sampai
dilanggar oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Perlindungan melalui ketentuan-ketentuan pidana, seperti yang
diatur dalam pasal 382 bis KUH Pidana yang lazim dikenal sebagai
persaingan curang (oneerlijke concurrentie). Persaingan curang merupakan
perbuatan untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu
dengan maksud untuk mendapatkan, melangsungkan, atau memperluas debit
perdagangan atau perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain.
Dengan Undang-Undang Hak Cipta No. 19 Tahun 2002, pengaturan
mengenai ketentuan pidana telah berubah secara mendasar. Pada
Undang-Undang Hak Cipta sebelumnya tidak ada ketentuan yang mengatur
tentang hukuman penjara minimum. Jika terdakwa dinyatakan terbukti
bersalah oleh pengadilan, maka terdakwa dapat dipidana penjara paling
singkat satu bulan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta
rupiah). Di samping itu, juga terdapat kenaikan denda yang sangat tinggi
dari Rp 100.000.000,- menjadi Rp 5.000.000.000,-. Kenaikan hukuman
denda yang sangat besar itu dimaksudkan agar ada efek jera bagi mereka
yang melakukan pelanggaran, karena denda Rp 100.000.000,- dianggap masih
ringan oleh para pelanggar, karena keuntungan (profit gain) yang
diperoleh jauh lebih besar dibandingkan denda yang dijatuhkan.
Bentuk pelanggaran hak cipta yang pertama adalah dengan sengaja
dan tanpa hak mengumumkan, memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin
untuk itu. Termasuk perbuatan pelanggaran ini antara lain melanggar
larangan untuk mengumumkan, memperbanyak atau memberi izin untuk itu
setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di
bidang pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Pelanggaran hak cipta ini melanggar pasal 72 ayat (1).
Pasal 72 ayat (1) menyebutkan, bahwa bagi yang tanpa hak
mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan
pidana penjara paling singkat atau pidana minimum 1 (satu) bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) atau
pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp
5.000.000.000,- (lima milyar rupiah).
Bentuk pelanggaran hak cipta yang kedua adalah dengan sengaja
memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau
barang-barang hasil pelanggaran hak cipta. Termasuk perbuatan
pelanggaran ini antara lain penjualan buku dan VCD bajakan. Pelanggaran
hak cipta ini melanggar pasal 72 ayat (2).
Pasal 72 ayat (2), kemudian menyatakan, bahwa bagi yang sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu
ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima
ratus juta rupiah).
Bentuk pelanggaran hak cipta yang ketiga adalah dengan sengaja
dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu
program komputer. Pelanggaran hak cipta ini melanggar pasal 73 ayat (1).
Selanjutnya pasal 72 ayat (3), menyebutkan, bahwa bagi yang
tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu
program komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan atau denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta
rupiah).
BAB III
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
3.1 Kasus Pembajakan Software
Menurut laporan Business Software Alliance (BSA) dalam Studi
Pembajakan Software Global 2011, sekitar 59 persen pengguna komputer di
Indonesia mengaku bahwa mereka memperoleh software (piranti lunak)
bajakan. Sebagian pengguna mengatakan mereka selalu atau sering
menggunakan software bajakan. Sebagian lainnya mengatakan hanya pada
saat tertentu atau sesekali saja menggunakan software bajakan. Hal ini
yang membuat tingkat pembajakan software di Indonesia tahun lalu
mencapai 86 persen, artinya lebih dari 8 dari 10 program yang diinstal
oleh pengguna komputer adalah tanpa lisensi. Nilai komersial dari
pembajakan ini sebesar US$ 1.467 milyar (sekitar Rp12,8 triliun).
Dari 59 persen responden di Indonesia yang mengaku memperoleh
software secara ilegal, 5 persen mengatakan mereka “selalu”
memperolehnya secara ilegal, 14 persen mengatakan mereka “sering”, 23
persen mengatakan hanya “pada saat tertentu”, sedangkan 17 persen
lainnya mengatakan hanya “sesekali” memperoleh software secara ilegal.
Studi ini juga menemukan bahwa pengguna yang mengaku menggunakan
software bajakan di Indonesia didominasi perempuan dengan rentang usia
25 hingga 34 tahun.
“Jika 59 persen konsumen mengaku mereka mencuri dari toko, para
aparat penegak hukum seyogyanya bereaksi dengan meningkatkan jumlah
pengamanan dan denda. Pembajakan software juga seharusnya mendapat
reaksi yang sama untuk mendidik masyarakat dan menegaskan penegakan
hukum yang ketat,” kata Tarun Sawney, Direktur Senior Anti Pembajakan,
Asia Pasifik, Business Software Alliance.
Analisa Kasus :
Mengamati kasus ini, dapat disimpulkan bahwa cukup banyak
masyarakat Indonesia yang tidak peduli dan tidak menyadari bahwa hal
tersebut adalah salah satu bentuk pelanggaran atas hak cipta. Dengan
persentase yang cukup tinggi, yaitu sebesar ± 59 persen pengguna
komputer di Indonesia menggunakan software bajakan, menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat Indonesia masih kurang menghargai hasil karya
cipta seseorang dan kurang memahami isi Undang-Undang Hak Cipta,
sehingga mereka melakukan tindakan tersebut. Dapat disimpulkan pula
bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki mental pembajak.
Data di atas yang menunjukkan persentase penggunaan software
bajakan di Indonesia yang cukup tinggi, bukanlah kasus yang mudah untuk
diselesaikan. Namun tentunya kasus ini dapat diselesaikan, jika semua
kalangan masyarakat ikut berpartisipasi dengan pemerintah untuk segera
menyelesaikan kasus ini.
3.2 Kasus Pembajakan Buku
Mesin foto copy yang masuk ke Indonesia di tahun 2010 sudah
jauh lebih canggih. Tidak hanya hitam putih lagi, Ada yang berwarna.
Mampu menyimpan data atas apa yang di-copy. Jadi, kalau ingin meng-copy
sebuah buku teks, simpan dahulu datanya lalu di-copy sesuai dengan
permintaan. Langsung bolak-balik dua halaman juga bisa. Sampul buku bisa
di-copy persis aslinya. Tukang foto copy ini bekerja siang-malam.
Banyak yang sampai pagi hari. Coba saksikan di daerah Rawamangun. Inilah
yang membuat pembajakan buku versi foto copy semakin meraja-lela
melengkapi pembajakan buku lewat proses pencetakan dengan mesin cetak .
Sungguh-sungguh Print On Demand. Kita bisa melihat usaha fotocopy jenis
ini di kawasan pinggiran kampus-kampus.
Bisa dimaklumi apabila para penerbit yang bergerak di bidang
penerbitan buku teks untuk perguruan tinggi merasa kesal. Begitu
mengeluarkan buku terbaru, dalam waktu singkat buku bajakannya dan
bajakan versi fotocopy sudah muncul di mana-mana. Penjualan jeblok,
target omset tidak tercapai.
Penerbit yang menangisi nasib seperti ini tidak saja dari
Indonesia. Para penerbit AS dan Singapura yang mempunyai cabang atau
perwakilan di Jakarta juga mengalaminya. Tim PMPB IKAPI DKI Jakarta
menjadi tempat mengadu dan salah satu sumber harapan agar menolong
menindak para pelakunya. Penegak hukum sudah kewalahan juga. Lagi pula,
para penerbit sudah tidak sabar dengan berbagai persyaratan yang
diminta. Terkadang malah sulit dipenuhi. Minta bukti ini atau itu.
Mulai bulan Oktober 2009, Tim PMPB menerapkan pendekatan baru.
Di samping masih tetap bekerja sama dengan pihak penegak hukum,
dilakukan juga sidak langsung ke lapangan dengan mengajak para penerbit
buku teks yang sudah menjadi korban. Gerakan dimulai dari Proyek Senen.
Polsek Senen membantu penggerebegan ini. Beberapa pelaku langsung
ditangkap beserta barang buktinya. Semuanya dibawa ke Polsek Senen.
Sudah menjadi pemandangan umum, apabila anda berada di
kawasan pusat penjualan buku bajakan di proyek Senen, kita pasti akan
bisa melihat “salesman” buku bajakan yang membawa barang haram itu
dengan sepeda motor. Buku itu dibungkus kertas koran atau kertas semen
coklat.
Tak akan pernah paket buku itu terbungkus dengan merk
penerbitnya. Sembilan puluh sembilan proses kemungkinannya paket buku
itu adalah bajakan. Maka, ketika Tim PMPB dan Polisi sedang memeriksa
barang-barang bukti, lewatlah seorang porter membawa dos besar. Tim PMPB
langsung mencegat. Dan ketika dos dibuka, Tim PMPB menemukan buku
bajakan Pengantar Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis terbitan
Gramedia dalam jumlah ratusan eksemplar. Si porter langsung diminta
menunjukkan truk yang membawa barang itu yang diparkir di Proyek Senen.
Ketika truk yang berasal dari Bandung itu dibuka, Tim PMPB menemukan
lagi beberapa dos buku bajakan dari berbagai penerbit.
Analisis Kasus :
Mengamati kasus pembajakan buku seperti yang telah
diungkapkan di atas, dapat disimpulkan bahwa kasus ini merupakan kasus
pelanggaran hak cipta. Memperbanyak suatu ciptaan tanpa seizin si
pencipta, untuk kepentingan komersial adalah tindakan yang jelas-jelas
melanggar hak cipta. Si pembajak buku harus menerima sanksi atas
tindakan yang telah dilakukannya. Sanksi yang diberikan harus sesuai
dengan peraturan atau ketentuan hukum yang berlaku.
Suatu karya cipta yang telah diciptakan seseorang, harusnya
dihargai dengan membeli karya yang telah diciptakannya secara legal.
Meskipun harga buku asli yang dikenakan jauh lebih mahal dibanding
membeli buku bajakan. Daya kreativitas seseorang sudah seharusnya kita
hargai sejak dini. Supaya setiap orang berkompetisi untuk semakin
meningkatkan daya kreativitasnya. Bukan disambut dengan
tindakan-tindakan illegal seperti membajak buku.
3.3 Kasus Peniruan Motif Batik
Di Salatiga tahun 2009 hadir Batik Selotigo. Motif dasarnya
sama bergambar motif batu, hanya saja divariasi dengan motif lain.
Setiap orang awam yang memperhatikan motif itu, bila tidak membaca
tulisan labelnya akan beranggapan itu kain Batik Plumpungan.
Ciri-ciri dasarnya sama. Adanya kesamaan itu, patut diduga
batik itu meniru, menjiplak motif dasar Batik Plumpungan, divariasi,
bukan hasil kreativitas ide orisinil pribadi pembuatnya. Juga pada batik
buana dan batik intyas.
Melalui event pameran internasional di Pameran Batik Internasional
2 Pekalongan, Solo Batik Carnival 2, Festival Borobudur Internasional,
Batik Plumpungan mulai dikenal khas dari Salatiga. Perintis dan pelopor
batik motif batu Indonesia akan mengangkat Salatiga.
Adanya duplikasi corak dasar batik motif batu dari satu daerah,
beda nama, telah mengaburkan nama Plumpungan, yang telah menjadi ikon
batik yang mulai dikenal melalui promosi dan publikasi batik. Dalam
sejarah, nama Selotigo itu setara legenda. Perlu ada perhatian
pemerintah untuk sepakati satu nama. Selotigo misalnya layak untuk
merek dagang seperti produsen batik keris atau semar.
Analisis Kasus :
Dalam kasus ini, terdapat suatu kontroversi, dimana kasus ini
dapat dikatakan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta dan juga tidak
merupakan tindakan pelanggaran hak cipta.
- Dikatakan kasus ini merupakan tindakan pelanggaran hak cipta, karena
motif dasar batik Selotigo sama dengan motif dasar batik Plumpungan,
hanya saja sedikit diberi variasi. Adanya kesamaan tersebut, dapat
dikatakan bahwa batik Selotigo meniru atau menjiplak motif dasar Batik
Plumpungan, bukan hasil kreativitas asli si penciptanya.
- Dikatakan kasus ini bukan merupakan pelanggaran hak cipta, karena
terdapat perbedaan antara batik Selotigo dengan batik Plumpungan, yaitu
pada variasinya. Sebagian masyarakat Pekalongan berpendapat bahwa
menjiplak atau meniru motif batik adalah hal biasa. Jadi, tidak perlu
dibesar-besarkan karena seni batik merupakan peninggalan nenek moyang
dan orang sekarang bisa membatik juga hasil meniru pendahulunya.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hak cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk
itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta merupakan hak ekslusif, yang
memberi arti bahwa selain pencipta maka orang lain tidak berhak atasnya
kecuali atas izin penciptanya.
Pengaturan mengenai hak cipta dimuat dalam Undang-Undang No. 19
Tahun 2002 yang bertujuan untuk merealisasi amanah Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) dalam rangka pembangunan di bidang hukum, dimaksudkan
untuk mendorong dan melindungi pencipta dan hasil karya ciptaanya.
Berbicara mengenai hak cipta, tentunya tidak terlepas mengenai
pelanggaran hak cipta. Suatu pelanggaran terhadap sebuah karya ciptaan
terjadi apabila :
a. Terjadi pengeksploitasian (pengumuman, penggandaan dan pengedaran)
untuk kepentingan komersial sebuah karya cipta tanpa terlebih dahulu
meminta izin atau mendapatkan Lisensi dari penciptanya / atau ahli
warisnya. Termasuk di dalamnya tindakan penjiplakan.
b. Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
c. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
d. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau ahli warisnya.
b. Peniadaan nama pencipta pada ciptaannya.
c. Penggantian atau perubahan nama pencipta pada ciptaannya yang dilakukan tanpa persetujuan dari pemilik hak ciptanya.
d. Penggantian atau perubahan judul sebuah ciptaan tanpa persetujuan dari penciptanya atau ahli warisnya.
Dengan mengamati ketiga kasus yang kami bahas dalam makalah
ini, dapat disimpulkan bahwa begitu banyak kasus pelanggaran hak cipta
yang terjadi di Indonesia. Masih banyak kasus-kasus pelanggaran hak
cipta lainnya yang belum kami bahas dalam makalah ini. Dari pembahasan
kasus yang telah kami jelaskan, kita dapat melihat masih kurangnya
kesadaran masyarakat Indonesia terhadap ketentuan hak cipta yang telah
diberlakukan.
4.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami sampaikan mengenai kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia, yaitu sebagai berikut :
- Pemerintah harus memberikan sosialisasi kepada semua masyarakat untuk menghargai hasil karya cipta seseorang.
- Pemerintah harus bertindak tegas untuk menghukum pelaku yang terlibat dalam kasus pelanggaran hak cipta di Indonesia.
- Pemerintah mengharuskan setiap pencipta suatu karya untuk segera
mendaftarkan karya ciptaannya, agar tidak terjadi plagiatisme atau
pembajakan terhadap hasil karyanya.
- Pemerintah mempermudah pencipta suatu karya untuk mendaftarkan karya
ciptaannya, melalui prosedur-prosedur yang sederhana dan tidak
berbelit-belit.
- Setiap masyarakat ikut berpartisipasi menerapkan peraturan mengenai hak cipta yang berlaku.
- Setiap masyarakat, khususnya konsumen atau pengguna suatu karya,
harusnya membeli karya cipta orang yang orisinil, bukan membeli
barang-barang atau produk bajakan.
- Setiap masyarakat yang melihat adanya tindakan berupa pembajakan atau
plagiatisme terhadap suatu karya, sebaiknya melapor kepada aparat yang
berwajib untuk segera menangani kasus tersebut.
REFERENSI
Tamotsu Hozumi. 2006. Asian Copyright Handbook (Buku Panduan Hak Cipta Asia Versi Indonesia). Jakarta : IKAPI
Rachmadi Usman, S.H.2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual
(Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia). Bandung : PT.Alumni
Mulyatno. 2000. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta